
Alliance for Integrity Indonesia di bawah Transparency International (TI) Indonesia menyelenggarakan pelatihan intensif bertajuk Pelatihan dari Usaha ke Usaha (DUKU) bagi Pengusaha Wanita di Jawa Barat pada Selasa, 18 Maret 2025 di Kota Bandung, Jawa Barat. Tujuan dari pelatihan ini adalah mengajak para pelaku usaha untuk menyadari bahwa tanggung jawab melawan korupsi juga merupakan tugas yang harus diemban para pelaku usaha. Tujuan tersebut disandarkan pada fakta mengenai sebagian besar kasus korupsi yang telah diungkap ke publik merupakan kasus yang melibatkan pelaku usaha dan korporasi.
Pelatihan yang digelar dari pagi hingga sore ini melibatkan peserta yang tergabung dalam beberapa asosiasi pengusaha perempuan di Jawa Barat seperti Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI), Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi Indonesia (PPLIPI), serta Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI). Pelatihan mengenai anti-korupsi khususnya di internal perusahaan ini juga dipandu oleh tiga (3) pelatih yang merupakan akademisi dan praktisi, yakni Royani Lim dari Yayasan Bhumiksara, Yanto Sidik Pratiknyo dari Indonesia Business Links, dan Ranny Fathia dari Siemens Indonesia. Ketiga pelatih tersebut membawakan materi yang berbeda namun saling berkaitan, kepada tiga puluh enam (36) peserta yang hadir.
Pada sesi pertama pelatihan yang dibawakan oleh Yanto Sidik Pratiknyo diterangkan kepada peserta berbagai definisi korupsi yang umum hingga definisi korupsi yang berhubungan langsung dengan korporasi. Pada sesi ini juga, dijelaskan oleh pelatih berbagai bentuk sanksi bagi pelaku korupsi mulai dari individu hingga lembaga seperti korporasi. Selain itu, partisipasi aktif peserta pada sesi pertama pelatihan ini dipantik oleh pelatih melalui pemaparan berbagai kasus. Para peserta diajak berpikir apakah kasus-kasus yang telah dipaparkan oleh pelatih dikategorikan sebagai korupsi atau bukan.

Sesi kedua dalam pelatihan ini dibawakan oleh Royani Lim yang mengangkat tema tentang penilaian risiko internal perusahaan. Jika sesi pertama lebih banyak dipaparkan materi dan diskusi, pada sesi ini pelatih mengajak peserta untuk mempraktikkan langsung cara mengidentifikasi risiko usaha para peserta pelatihan. Pelatih memberikan kertas tugas yang kemudian dilengkapi oleh peserta yakni berisi pilihan mengenai unit perusahaan mana yang banyak terjadi korupsi, apakah unit keuangan, logistik, pengadaan barang dan jasa, human resource development (HRD), marketing, produksi, atau unit-unit lainnya. Pada sesi ini juga, peserta diajak oleh pelatih untuk mempraktikkan cara menyusun kode etik perusahaan dari yang paling sederhana.

Kemudian, sesi ketiga dan keempat dalam pelatihan ini dibawakan oleh Ranny Fathia yang lebih banyak mengajak berdiskusi mengenai berbagai kendala yang dihadapi peserta berhubungan dengan kasus korupsi yang lekat dengan usaha peserta seperti usaha konveksi, pengadaan logistik, fashion, konstruksi, dan sebagainya. Di sesi ini, tak sedikit pertanyaan berasal dari antusiasme peserta yang memunculkan perdebatan antara pelatih dengan peserta, maupun sesama peserta, sehingga kian sore diskusi dalam pelatihan ini justru lebih hidup.

Terakhir, pelatihan ini ditutup dengan refleksi berupa tanya jawab kepada peserta apakah ekspektasi terhadap pelatihan anti-korupsi di internal perusahaan ini tercapai atau tidak. Sebagian besar peserta mengatakan bahwa ekspektasi mereka tercapai. Namun, peserta menyadari bahwa korupsi merupakan masalah dan kejahatan yang kompleks yang sukar untuk diperangi. Itu mengapa, para peserta berharap selain dibutuhkan aksi kolektif untuk memerangi korupsi melalui asosiasi pengusaha, mereka juga berharap bahwa pelatihan anti-korupsi semacam ini juga perlu terus digalakkan.
Berita terkait: Rencana Aksi Kolektif Perempuan Pengusaha Jawa Barat dalam Pengadaan Barang dan Jasa Berintegritas