Dari 16 perkara korupsi saja, terbatas perkara menonjol dan jadi perhatian publik selama 2000-2024, kerugian keuangan negara yang ditimbulkan capai Rp 83,3 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Korupsi di sejumlah perusahaan badan usaha milik negara terus membebani negara. Dari 16 perkara korupsi saja, terbatas pada perkara menonjol dan jadi perhatian publik selama 2000-2024, kerugian keuangan negara yang ditimbulkan mencapai Rp 83,3 triliun. Salah satunya korupsi di PT Timah yang merugikan keuangan negara Rp 29 triliun, ditambah kerugian perekonomian negara Rp 271 triliun.
Kerugian keuangan negara Rp 83,3 triliun itu menempati hampir 15 persen dari total penyertaan modal negara terhadap BUMN selama 2005-2021 sebesar Rp 369,17 triliun. Dalam beberapa kasus korupsi itu, kerugian yang ditimbulkan juga langsung dirasakan masyarakat, seperti korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Sementara itu, banyak perkara korupsi di anak-anak perusahaan BUMN ditemukan di banyak tempat. Selama 2024, sebagai contoh, Mahkamah Agung meregistrasi setidaknya 24 putusan korupsi di Bulog, 6 putusan korupsi di PT PLN, dan lebih dari 500 putusan korupsi di lingkungan perbankan pemerintah. Perkara-perkara itu muncul di sejumlah daerah, dari Sabang sampai Merauke.
Bahkan, hingga 24 Februari 2025, saat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 (UU BUMN baru) diberlakukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyidik korupsi di PT Taspen yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 1 triliun, dan hingga kini perkara itu masih disidangkan. Disusul penetapan lima tersangka korupsi di Bank Rakyat Indonesia untuk pengadaan mesin EDC yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp 744,5 miliar.
Kejaksaan Agung juga tengah menyidik korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Korupsi ini diperkirakan menimbulkan kerugian negara Rp 285 triliun, gabungan dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
Pola-pola korupsi di perusahaan pelat merah ini, menurut ahli hukum administrasi negara Riawan Tjandra, dalam wawancara secara daring dengan Kompas, Sabtu (19/7/2025), tak banyak berbeda dari masa ke masa. Asri Widayati, peneliti Transparency International Indonesia (TII), juga mengungkapkan, korupsi di BUMN sudah lama terjadi. Bahkan, menurut Asri, kerawanannya tak terbatas korupsi uang, tetapi juga sudah menyangkut penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi ataupun untuk kepentingan patronase politik.
Rezim keuangan negara
Satu hal lagi yang pasti, Riawan menegaskan, mengacu pada konstitusi, Pasal 33, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara. Kemudian, Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan Nomor 48 dan 62/PUU-XI/2013 juga mengukuhkan status kekayaan negara yang bersumber dari keuangan negara dan dipisahkan dari APBN untuk disertakan menjadi penyertaan modal di BUMN tetap menjadi bagian dari rezim keuangan negara. Artinya, uang BUMN bagian dari keuangan negara.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2021/04/30/18bd7c0d-e06b-4bcd-971b-b61777f41c46_jpg.jpg)
”Yang bahaya sekarang, (dengan diberlakukannya UU BUMN baru) tidak ada lagi akses negara secara langsung untuk mengawasi BUMN. Belum sampai ke proses, dia sudah menghalangi proses itu berjalan,” ucap Riawan.
”Ruang negara untuk melakukan pengawasan (terhadap BUMN) tertutup sama sekali. Baik itu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), kepolisian, kejaksaan, APIP (aparat pengawas intern pemerintah), maupun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” katanya.
Publik pun menaruh kekhawatiran serupa terhadap UU BUMN baru itu. Setidaknya lima pasal dalam undang-undang itu tengah digugat konstitusionalitasnya di MK, antara lain mengenai norma yang mengatur direksi, komisaris, hingga karyawan bukan penyelenggara negara. Dalam undang-undang itu, direksi hingga karyawan juga disebutkan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami BUMN jika keputusan diambil dengan itikad baik, dan penuh kehati-hatian.
Berkaca pada 16 perkara korupsi BUMN yang ditelusuri Kompas pada putusan hakim yang dipublikasikan Mahkamah Agung dan juga pemberitaan Harian Kompas, para aktor tindak pidana korupsi di lingkungan perusahaan BUMN itu umumnya kalangan direksi.
Mulai dari korupsi penyalahgunaan dana nonbudgeter Bulog atau dikenal sebagai skandal Bulog Gate II yang menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 40 miliar, melibatkan Rahardi Ramelan yang menjabat Kepala Bulog pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie.
Alih-alih surut, korupsi di perusahaan BUMN terus bermunculan dan kerugian negara yang ditimbulkan kian fantastis. Sebut saja, korupsi pengadaan pesawat ATR 72 dan Bombardier di Garuda Indonesia yang melibatkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (2005-2014) Emirsyah Satar, menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 9,37 triliun. Lalu, korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara Rp 16,8 triliun, juga melibatkan Dirut Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim.
Kerugian negara lebih besar lagi ditemukan pada korupsi PT Asuransi Sosial ABRI (PT Asabri), yakni Rp 22,7 triliun. Korupsi ini melibatkan Direktur Utama PT Asabri (2009-2019) Adam Achmat Damiri dan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri (2014-2019) Hari Setianto.
Mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW), selama 2016-2021 terdapat 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN dengan 340 tersangka. Sebanyak 51 di antaranya direktur BUMN dan 83 adalah pimpinan menengah di perusahaan BUMN.
Korupsi di perusahaan-perusahaan pelat merah ini juga membebani publik. Nasabah PT Asuransi Jiwasraya, contohnya, pada Mei lalu, mengadu ke Kejagung mengenai polis asuransi yang tidak kunjung dicairkan meski sudah jatuh tempo pada 2018. Dari 63 nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam kelompok itu, total terdapat polis asuransi sebesar Rp 174 miliar yang belum cair hingga kini.
Machril, salah satu nasabah itu, mengungkapkan, para nasabah ini membayar premi asuransi saat masih bekerja dan dipotong dari gaji. Sedianya, polis akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada masa tua (Kompas.id, 6/5/2025).
Hingga Mei lalu, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara selaku pengelola BUMN memerintahkan BUMN untuk menghentikan aksi korporasi. Tujuannya untuk evaluasi kinerja direksi BUMN, termasuk korupsi. Saat itu, Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara Rosan P Roeslani menyampaikan bahwa Presiden meminta supaya pemilihan direksi baru tidak dilakukan atas dasar suku, agama, ras, tetapi pada cinta Tanah Air.
”Kalau cinta Tanah Air, kan, tidak melakukan hal-hal yang negatif, (seperti) korupsi dan yang lain-lain,” kata Rosan (Kompas.id, 8/5/2025).
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/04/06/b89de49e6e9494153144ce0ee6817694-f96ce09f_3f73_42b3_9619_a3a20ae35ca2_jpg.jpg)
Negara di atas negara
Mengenai pencegahan korupsi di BUMN, Riawan menyampaikan, hal itu diatur dalam UU BUMN di bagian ketentuan peralihan. Meski demikian, ketentuan itu mengecualikan berlakunya Undang-Undang Penyelenggara Negara, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Keuangan Negara.
Akibatnya, publik harus memercayakan pengelolaan keuangan BUMN itu sepenuhnya kepada Danantara selaku pengelola BUMN. ”Karena itu, boleh dikatakan, Danantara adalah negara di atas negara dalam tata kola keuangan atau tata kelola perekonomian untuk BUMN,” ujarnya.
Peneliti TII Asri Widayati juga mengingatkan bahwa BPI Danantara yang mengelola aset dan dividen BUMN itu didominasi figur-figur yang berpotensi terpapar konflik kepentingan. Kemudian, TII mencatat, 34 dari 56 wakil menteri menjadi komisaris di perusahaan dan anak perusahaan. Rata-rata latar belakang dari wakil menteri tersebut bukan pebisnis profesional sehingga kompetensi dan rekam jejaknya tidak nyambung untuk mengurusi bisnis.
”Alih-alih dikelola oleh orang dengan latar belakang profesional bisnis, tetapi dikelola oleh orang-orang berdasarkan ’kedekatan’ atau patronase politik,” katanya.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2025/04/28/94e3d39b-bcb7-45c0-83f0-d64edee7c6c8_jpg.jpg)
BUMN pada dasarnya tetap bisnis yang seharusnya mengejar profit. Namun, menurut Asri, ketika tidak dikelola oleh orang-orang yang sesuai dengan kompetensi, risiko korupsi yang besar dan tata kelola yang buruk akan muncul. Pada titik inilah BUMN justru akan jadi sapi perah baru.
Asri kemudian memberikan contoh aksi BPI Danantara belakangan yang menyuntikkan dana 405 juta dollar AS (Rp 6,65 triliun) ke PT Garuda Indonesia. Padahal, maskapai itu tercatat pernah akan pailit berkali-kali. Salah satu direktur Garuda, Emirsyah Satar, juga terjerat korupsi pengadaan pesawat.
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyampaikan, dapat dipahami bahwa BUMN baru itu bertujuan agar BUMN bisa dikelola sebagai korporasi murni dan secara profesional serta optimal. Meski demikian, dengan adanya modal negara, siapa pun bisa dikenai Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Oleh karena itu, menurut Fickar, apabila perbuatannya terindikasi korupsi, tetap bisa diproses. Begitu pula pegawai dan masyarakat yang bukan penyelenggara negara dapat diproses kalau memenuhi unsur perbuatan UU Tipikor.
Hanya saja, katanya, penindakan terhadap penerimaan gratifikasi hanya terbatas pada penyelenggara negara. Oleh karena itu, insan BUMN seperti diatur dalam UU BUMN baru tidak bisa dituntut terkait gratifikasi. ”Tidak bisa dituntut berdasarkan Pasal 3 UU Tipikor menyalahgunakan kewenangan atau juga tidak bisa dituntut karena gratifikasi,” ujar Fickar.
Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada awal Mei lalu, menyampaikan, belum bisa memastikan implikasi UU BUMN terhadap KPK dalam menangani korupsi di BUMN. Hanya kemudian, Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa KPK tetap berwenang menangani tindak pidana korupsi di BUMN. Sejumlah pasal yang tertera dalam UU BUMN terbaru diyakini tidak akan membatasi gerak KPK (Kompas.id, 7/5/2025).
Pada langkah tindak lanjut, salah satunya disebutkan, berkaitan dengan penanganan perkara dalam penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, kerugian dari BPI Danantara dan/atau BUMN tetap merupakan unsur kerugian negara/perekonomian negara sepanjang sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum/menyalahgunakan kewenangan.
Sumber: KOMPAS ID