
Jakarta, 5 Juni 2025 – Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TII), dan Trend Asia menyoroti dugaan pelanggaran hukum dan etika terkait penggunaan anggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia selama pelaksanaan Pemilu 2024. Langkah advokasi atas dugaan korupsi dalam pengadaan private jet telah disampaikan kepada KPK (7/5), laporan yang sama juga telah disampaikan kepada BPK untuk melakukan audit investigasi (15/5), sejalan dengan itu koalisi masyarakat sipil juga menggunakan temuan tersebut sebagai bukti awal bahwa telah terjadi pelanggaran etik oleh pejabat/birokrasi dan anggota KPU kepada DKPP (22/5). Terkait pelaporan ke KPK, koalisi juga telah menyampaikan data dan informasi tambahan pada 2 Juni 2025. Laporan ini menyoroti praktik pemborosan dan inefisiensi yang kronis, khususnya dalam penggunaan jet pribadi, penyewaan apartemen, dan pengadaan kendaraan dinas yang tidak wajar.
Dalam siaran pers hari ini , koalisi mengungkapkan temuan signifikan mengenai penggunaan jet pribadi oleh KPU RI. KPU mengakui melakukan 31 kunjungan menggunakan jet pribadi dalam periode Januari-Maret 2024. Namun, catatan investigasi koalisi menemukan 59 kunjungan yang dilakukan dalam periode yang sama.
Pengguna jet pribadi ini mencakup Hasyim Asy’ari (Ketua KPU saat itu), Komisioner KPU (Parsadaan Harahap, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat), serta unsur Sekretariat KPU seperti Sekjen KPU, Kepala Biro, dan staf.
“Alasan kunjungan, seperti pemantauan distribusi logistik, penguatan kelembagaan pemilu, dan pemantauan pemungutan suara ulang, tidak lantas membenarkan penggunaan moda transportasi semewah dan semahal jet pribadi ini,” ujar Agus Sarwono dari TI Indonesia.
Koalisi memperkirakan total biaya penggunaan jet pribadi sekitar Rp 15,5 miliar. Namun dalam catatan pengeluaran KPU berdasarkan kontrak yang dipublikasi, biaya yang diakui oleh KPU adalah Rp. 49 miliar. Transportasi jet pribadi ini diselenggarakan melalui jasa broker penyewaan jet, PT Alfalima Cakrawala Indonesia, yang bekerja sama dengan tiga operator: Ekspres Transportasi Antarbenua/Permiair, Titan Aviation, dan Jet Eksekutif Travya.
Selain aspek finansial, koalisi juga menyoroti dampak lingkungan dari penggunaan jet pribadi ini. Total emisi karbon dioksida (CO2) dari seluruh perjalanan jet pribadi KPU mencapai 382 ton CO2, dengan 229 ton CO2 di antaranya berasal dari perjalanan yang dinilai tidak perlu, yaitu ke daerah yang bukan termasuk kategori terluar dan tertinggal.
“Jet pribadi adalah moda transportasi udara yang paling merusak lingkungan karena emisinya sangat tinggi dibandingkan moda transportasi lain. Emisi ini setara dengan mengelilingi bumi 45 kali dengan pesawat komersial,” tegas Zakki Amali, peneliti Trend Asia.
“Ironis bahwa masyarakat miskin yang minim menghasilkan emisi adalah yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Sementara emisi besar-besaran yang menghancurkan bumi kita justru diproduksi oleh kelompok elit ini,” pungkas Zakki.
Pemborosan Anggaran Kronis: Apartemen Mewah hingga Kendaraan Dinas Mentereng
Selain temuan mengenai jet pribadi, koalisi juga menguak praktik pemborosan anggaran yang kronis dalam pengadaan kendaraan dinas dan sewa apartemen oleh KPU.
Pada tahun anggaran 2023, pengadaan sewa kendaraan dinas KPU mencakup 36 unit
Mitsubishi Expander, 16 unit Toyota Fortuner, 3 unit Mitsubishi Pajero, 6 unit Toyota Alphard dan 7 unit Hyundai Palisade. Total pengeluaran kendaraan dinas ini mencapai Rp 8.524.778.400.
Terkait sewa kendaraan, ada beberapa temuan:
- Ada dugaan bahwa terjadi penggunaan ganda kendaraan dinas oleh pimpinan KPU, yakni Toyota Alphard dan Hyundai Palisade. Kedua mobil mewah ini digunakan oleh pimpinan KPU pada waktu yang sama. Bahkan dugaan penggunaan gandajuga dilakukan oleh pejabat KPU dibawahnya, misalnya pengadaan 16 Toyota Fortuner untuk kendaraan operasional pejabat eselon II, yang dalam penelusuran di situs KPU hanya berjumlah 14 orang (https://simpeg.kpu.go.id/public/Profile)
- Terkait kendaraan pimpinan KPU, koalisi mencurigai ada upaya menyembunyikan dua pengadaan sewa kendaraan dari publik. Kecurigaan muncul dari temuan bahwa di LPSE KPU, pengadaan sewa Hyundai Palisade untuk pimpinan KPU justru muncul dalam nama Paket Pengadaan “Sewa Kendaraan Eselon I/II/III” (RUP39791467).
- Lebih aneh lagi, pengadaan 6 Toyota Alphard yang juga ditujukan untuk pimpinan KPU muncul dalam pengadaan dengan nama paket “Belanja Sewa di Kantor KPU Imam
Bonjol” (RUP 44166452). Jumlah dan waktu penggunaan juga mencurigakan: pimpinan KPU berjumlah 7 orang namun jumlah sewa hanya 6 unit, dan waktu penggunaan diduga hanya dalam jangka waktu 4 bulan (September – Desember 2023)
- Ada dugaan bahwa dari penyewaan kendaraan dinas tersebut ada beberapa mobil yang melebihi dari Standar Biaya Masukan (SBM) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Koalisi juga menemukan penggunaan sewa apartemen yang berlebihan dan mencurigakan. Dalam jangka waktu tiga bulan (Januari-Maret 2024), KPU menyewa hingga 24 unit apartemen. Bahkan pada April 2024, KPU memperpanjang sewa 7 unit apartemen untuk periode April-Desember 2024 yang dilakukan tanpa alasan yang jelas. Dari penyewaan apartemen mewah tersebut mengeluarkan biaya hingga Rp. 6.460.200.000
“Kami melihat pola yang jelas dari pemborosan anggaran dan praktik bermewah-mewahan di KPU. Mulai dari mobil dinas, penggunaan jet pribadi, hingga sewa apartemen yang tidak masuk akal,” ujar Agus Sarwono
Dari sisi pengadaan, koalisi mencurigai bahwa penggunaan fasilitas mewah ini tidak hanya dalam rangka menghabiskan anggaran (spending) tetapi tak menutup kemungkinan adanya kickback yang tentu perlu ditelusuri oleh penegak hukum. Ada kecenderungan menggunakan mata anggaran yang mudah “dimainkan”. Misalnya mata anggaran “Sewa di Kantor KPU Imam Bonjol” yang ternyata juga digunakan untuk penyewaan mobil dinas.
Koalisi juga menelusuri selama kurun waktu 2023 – 2025, anggaran “Sewa di Kantor KPU Imam Bonjol” selalu muncul dalam paket pengadaan di KPU. Dalam konteks yang lain, 2 jenis sewa kendaraan pimpinan KPU diletakkan pada paket pengadaan yang berbeda dan dengan nama yang berbeda. Misalnya menggunakan istilah “Pengadaan Sewa Kendaraan Dinas Operasional bagi Anggota KPU” dan “Pengadaan Sewa Kendaraan Dinas Operasional Roda Empat Ketua dan Anggota KPU”.
“Komisi II DPR RI harus serius mempertimbangkan ulang kelayakan calon komisioner KPU. Berulang kalinya KPU terjerat kasus korupsi pengadaan menunjukkan tidak adanya perbaikan signifikan. Ini bukan hanya soal oknum, tapi sistem yang harus dibongkar. Kami mendesak agar seluruh proses pengadaan barang dan jasa di KPU dibuka sepenuhnya ke publik, demi terwujudnya transparansi dan akuntabilitas yang mutlak. Tanpa ini, integritas pemilu kita akan terus terancam.” Lanjut Agus Sarwono.
Perkembangan Langkah Hukum yang Ditempuh
Pengaduan KPK
- Saat ini, koalisi sedang dalam melakukan penambahan data-data penunjang yang dibutuhkan oleh penelaah Dumas (pengaduan masyarakat) KPK.
- Sebelumnya, pengaduan ini adalah adanya dugaan kerugian negara (Pasal 2 dan 3) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pengaduan DKPP RI
- Pada tanggal 21 Mei 2025, koalisi telah melaporkan kasus tersebut ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) atas dugaan pelanggaran etik dalam pengadaan ini.
- Per 2 Juni 2025, aduan tersebut dinyatakan belum memenuhi syarat dan diberi waktu 7 hari untuk melakukan perbaikan.
- Masalahnya ada pada legal standing, di mana DKPP tidak menerima subjek hukum badan, melainkan harus orang (individu).
- Selain itu, beberapa formulir, seperti surat kuasa, harus sama persis dengan format yang ditetapkan oleh DKPP.
Dugaan Pelanggaran Etik
Pasal 9: Penyelenggara pemilu dalam bersikap dan bertindak harus melaksanakan prinsip jujur, serta menyampaikan informasi kepada publik harus benar berdasarkan data dan/atau fakta.
Pasal 13: Dalam melaksanakan prinsip terbuka, penyelenggara pemilu bersikap memberikan akses dan pelayanan yang mudah kepada publik untuk mendapatkan informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang telah diambil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 14: Ini berkaitan dengan prinsip proporsional. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang memiliki mandat konstitusional, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) seharusnya senantiasa menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan integritas dalam setiap aspek pelaksanaan tugasnya.
Pasal 15 (Prinsip Profesional): Penyelenggara Pemilu wajib bersikap mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang, dan jabatan, baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 16 (Prinsip Akuntabel): Dalam melaksanakan prinsip akuntabel, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: menjelaskan keputusan yang diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan, tata tertib, dan prosedur yang ditetapkan.
Narahubung:
Zakki Amali, Peneliti Trend Asia (zakki.amali@trendasia.org)
Agus Sarwono, Transparency International Indonesia (asarwono@ti.or.id)
Ibnu S Hidayat, Themis Indonesia (ibnushidayat@gmail.com)
Firman Imaduddin, Juru Kampanye Media Trend Asia (0813 86440901, firman.imaduddin@trendasia.org)