INDEKS PERSEPSI KORUPSI 2021: KORUPSI, HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI

Jakarta, 25 Januari 2022 – Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2021 yang dirilis hari ini oleh Transparency International menunjukkan bahwa tingkat korupsi masih mengalami stagnasi di seluruh dunia, dengan 86% negara hanya membuat sedikit atau tidak ada kemajuan dalam 10 tahun terakhir.

Transparency International menemukan negara-negara yang mengabaikan hak kebebasan sipil secara konsisten mendapat skor lebih rendah pada CPI 2021. Ketika hak dan kebebasan ini terkikis dan kualitas demokrasi menjadi menurun, maka otoritarianisme datang menggantikannya, sehingga berkontribusi pada tingkat korupsi yang lebih tinggi. Berpuas diri dalam memerangi korupsi memperburuk pelanggaran hak asasi manusia dan merusak demokrasi, di mana pada ujungnya memicu lingkaran setan antara korupsi dan hak asasi manusia.

Delia Ferreira Rubio, Ketua Transparency International mengatakan, “Dalam memerangi korupsi, penghormatan terhadap hak asasi manusia tidak hanya bagus untuk dimiliki tetapi sudah menjadi kewajiban. Pendekatan otoritarian terbukti menghancurkan keseimbangan kekuasaan dan membuat upaya antikorupsi bergantung hanya pada kepentingan elit. Memastikan orang dapat berbicara dengan bebas dan bekerja secara kolektif untuk meminta pertanggungjawaban pada penguasa adalah satu-satunya jalan berkelanjutan menuju masyarakat bebas korupsi.”

Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia menyatakan, “Ketika upaya antikorupsi memburuk dan bahkan terhenti, pada saat yang bersamaan, hak asasi manusia dan demokrasi menjadi terancam. Ini bukan kebetulan. Pemanfaatan situasi pandemi Covid-19 yang berkelanjutan oleh Pemerintah untuk mengikis hak asasi manusia dan demokrasi juga dapat menyebabkan penurunan kualitas upaya antikorupsi yang lebih tajam di seluruh dunia di masa depan.”

Tahun 2022 ini bertepatan dengan peluncuran CPI 2021 situasi dunia masih diliputi oleh pandemi Covid-19. Semua negara tidak terkecuali menghadapi krisis multidimensi, yakni krisis kesehatan, ekonomi dan demokrasi secara serentak. Sejumlah kajian Transparency International menyatakan bahwa korupsi yang merusak pelayanan publik juga berpotensi sepanjang penanganan Covid-19 dan menihilkan partisipasi warga dalam pengambilan kebijakan. Bahkan menuju kecenderungan untuk melanggar hak asasi manusia.

Serentak secara global, hari ini Transparency International Indonesia kembali merilis Corruption Perception Index (CPI) yang ke-26 untuk tahun pengukuran 2021. CPI 2021 bersumber pada 13 survei global dan penilaian ahli serta para pelaku usaha terkemuka untuk mengukur korupsi di sektor publik di 180 negara dan teritori. Penilaian CPI didasarkan pada skor. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Lebih dari 2/3 negara yang disurvei berada di bawah skor 50 dengan skor rata-rata global 43. Di mana secara global rerata ini stagnan dalam jangka waktu sepanjang enam tahun terakhir. Sedangkan di Asia Pasifik rerata skor CPI berada di angka 45, rerata ini stagnan dengan tahun lalu. Stagnasi rerata skor CPI ini dengan jelas mengungkapkan bahwa terjadi dekadensi/kemerosotan dalam upaya pemberantasan korupsi oleh sebagian besar negara, bahkan dalam situasi pandemi sekalipun.

Indonesia sejak pertama kali CPI diluncurkan tahun 1995 selalu menjadi negara yang senantiasa diteliti. “CPI Indonesia tahun 2021 berada di skor 38/100 dan berada di peringkat 96 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini naik 1 poin dari tahun 2020 lalu yang berada pada skor 37/100.” ungkap Wawan Suyatmiko, Deputi Transparency International Indonesia.

Dari sejumlah indikator penyusun CPI 2021 terdapat tiga sumber data yang mengalami kenaikan dari CPI 2020 lalu, yakni Global Insight naik 12 poin; World Economic Forum EOS naik 7 poin; IMD World Competitiveness Yearbook naik 1 poin. Sedangkan tiga indikator juga mengalami stagnasi antara lain; Economist Intelligence Unit, PERC Asia dan World Justice Project – Rule of Law Index. Sementara itu tiga indikator mengalami penurunan yakni; PRS yang merosot 2 poin, Bertelsmann Transformation Index dan Varieties of Democracy yang juga turun 4 poin dari tahun lalu.

Menurut Deputi Transparency International Indonesia, Wawan Suyatmiko, skor CPI 2021 yang mengalami kenaikan satu poin ditunjang oleh beberapa faktor antara lain kenaikan signifikan pada faktor risiko korupsi yang dihadapi oleh pelaku usaha pada sektor ekonomi seperti penyuapan pada area ekspor-impor, kelengkapan penunjang, pembayaran pajak, serta kontrak dan perizinan. Hal ini nampak dari kenaikan tiga indikator ekonomi. Namun demikian tiga indikator yang mengalami stagnasi dan tiga indikator yang justru mengalami penurunan memperkuat bahwa korupsi politik dan penegakan hukum masih belum ada perbaikan yang signifikan.

Sejumlah penanganan perkara korupsi besar seperti dalam kasus eks Menteri Sosial dan eks Menteri KKP pada awal tahun 2021 lalu hingga penangkapan Wakil Ketua DPR RI pada pertengahan tahun 2021 lalu turut mewarnai dinamika penegakan hukum antikorupsi. Termasuk diantaranya adalah penanganan skandal korupsi Jiwasraya dan Asabri. Juga sejumlah capaian yang telah dikukan oleh Satgas BLBI yang telah berupaya melakukan penyitaan aset dari para obligor/debitor prioritas. “Tentu upaya penanganan sejumlah skandal kasus korupsi besar sepanjang masa pandemi memberikan kontribusi pada kenaikan CPI tahun 2021. Namun yang penting diperhatikan oleh Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan tentu saja tetap fokus pada upaya penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel, terkait pengembalian aset akibat tindak pidana korupsi. Di sisi lain memberikan dan menjamin ruang aspirasi dan kebebasan sipil bagi setiap pengambilan keputusan menjadi salah satu penanda bahwa Indonesia adalah dengan demokrasi dan menjunjung hak asasi manusia.” ungkap Danang Widoyoko.

Untuk membuat kemajuan nyata dalam melawan korupsi, menciptakan iklim demokrasi yang berkualitas dan menjunjung hak asasi manusia dalam kerangka pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi, maka Transparency International Indonesia memberikan rekomendasi kepada Presiden dan segenap jajaran Pemerintah, Lembaga Penegak Hukum (Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI dan KPK), DPR dan Parpol, pihak swasta dan pelaku usaha serta semua pihak agar:

  1. Menegakkan demokrasi serta menjamin hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
    Pemerintah harus membatalkan pembatasan yang tidak proporsional terhadap kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul yang diterapkan sejak awal pandemi. Memastikan keadilan dan proporsionalitas penegakan hukum terhadap pembela hak asasi manusia di ruang publik, baik secara fisik maupun daring.
  2. Mengembalikan independensi dan kewenangan otoritas lembaga pengawas kekuasaan.
    Badan pengawasan seperti lembaga antikorupsi dan lembaga pemeriksa/pengawas harus kembali mandiri dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun, memiliki sumber daya yang baik, dan diberdayakan untuk mendeteksi dan memberikan hukuman atas pelanggaran. Parlemen dan pengadilan sebagai fungsi pengawas dan penyeimbang kekuasaan juga harus melakukan tugasnya secara konsekuen dan mandiri.
  3. Serius dalam menangani kejahatan korupsi lintas negara
    Pemerintah perlu memperbaiki kelemahan sistem yang memungkinkan korupsi lintas negara yang tidak terdeteksi atau tanpa sanksi. Pemerintah dan Parlemen harus menutup celah hukum, mengatur profesional pendukung kejahatan keuangan, dan memastikan bahwa koruptor dan kaki tangannya tidak dapat melarikan diri dari hukuman. Serta melakukan optimalisasi pemulihan aset negara akibat kejahatan secara transparan dan akuntabel.
  4. Menegakkan dan mempublikasikan hak atas informasi sepanjang penanganan pandemi
    Sebagai bagian dari upaya pemulihan Covid-19, Pemerintah harus memenuhi janji mereka yang terkandung dalam deklarasi politik UNGASS Juni 2021 lalu untuk memasukkan prinsip-prinsip antikorupsi dalam pengadaan publik dan perlindungan terhadap warga negara. Transparansi penuh dalam pembelanjaan publik dalam rangka melindungi kehidupan dan mata pencaharian warganya.

Narahubung:
Wawan Suyatmiko (Deputi TI Indonesia) – wsuyatmiko@ti.or.id
Izza Akbarani (Peneliti TI Indonesia) – iakbarani@ti.or.id
Alvin Nicola (Peneliti TI Indonesia) – anicola @ti.or.id

Download materi pemaparan hasil CPI disini
Download materi presentasi Sekjen TII disini
Download materi tanggapan Menko Polhukam disini
Download laporan full report disini

Rekaman acara dapat disaksikan disini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *