Pernyataan Sikap Masyarakat Sipil Atas Bencana Ekologis di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat

Foto udara menampilkan tumpukan kayu memenuhi area Pondok Pesantren Darul Mukhlishin pascabanjir bandang di Desa Tanjung Karang, Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (05/12). Foto Dok: Antara Foto/Erlangga Bregas Prakoso

“Masyarakat Sipil Melayangkan Somasi Kepada Presiden Prabowo Karena Tak Kunjung Menetapkan Status Darurat Bencana Nasional”

Kami menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana ekologis, banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Peristiwa tersebut berdampak hebat pada kemanusiaan, kerusakan infrastruktur, kerugian sosial-ekonomi dan juga kerusakan lingkungan berskala luas. Berdasarkan perkembangan situasi di lapangan, kami mendesak agar Presiden Republik Indonesia segera menetapkan status bencana nasional. Selain itu kami juga meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk menangani bencana ini dengan cepat dan terukur, agar para korban segera mendapatkan haknya.

Hingga 12 Desember 2025, BNPB mencatat angka korban terus bertambah. Dengan detail, sekitar 974 orang meninggal, 298 hilang dan angka ini belum termasuk korban yang belum ditemukan. Selain itu, terdapat puluhan ribu orang dipaksa menjadi pengungsi. Kondisi saat ini sangat rentan, terutama bagi perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas dan orang dengan usia lanjut. Potensi risiko mengalami kekerasan, tidak mendapatkan layanan kesehatan yang inklusif, dan pengabaian terhadap hak-hak kesehatan reproduksi karena sampai detik ini belum ada bantuan yang memadai memperburuk kesenjangan akses perempuan terhadap air bersih, sanitasi yang aman, pembalut, layanan kesehatan ibu, serta perlindungan di ruang pengungsian. Kami memperkirakan jumlah korban akan terus bertambah seiring terbatasnya akses evakuasi dan lambatnya mobilisasi bantuan.

Kerusakan infrastruktur yang masif mulai dari terputusnya akses jalan hingga lumpuhnya jaringan komunikasi menghambat evakuasi, layanan medis, dan distribusi logistik. Banyak wilayah terisolasi, sementara masyarakat yang bertahan di dalamnya berada dalam kondisi sangat rentan tanpa perbekalan memadai. Situasi ini menegaskan urgensi intervensi cepat pemerintah pusat untuk mengutamakan keselamatan warga tanpa terhalang prosedur birokrasi. Setiap jam keterlambatan adalah bentuk kelalaian negara terhadap keselamatan warganya.

Beban masyarakat semakin berat dengan kerugian sosial-ekonomi yang sangat besar, seperti ribuan rumah hancur, pertanian dan tempat usaha musnah, serta aktivitas ekonomi berhenti total. Banyak warga kehilangan mata pencaharian dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Pemulihan dalam skala ini mustahil ditangani pemerintah daerah sendiri dan membutuhkan intervensi penuh pemerintah pusat termasuk anggaran nasional, dukungan teknis, serta rekonstruksi terpadu.

Warga sebagai korban terdampak memiliki hak konstitusional. Bukan hanya menuntut pada ganti kerugian kehilangan nyawa, kehilangan harta benda, gangguan akses kesehatan dan yang lainnya terhadap negara, tetapi terhadap pihak perusahaan swasta. Karena biar bagaimanapun faktor utama penyebabnya adalah eksploitasi oleh swasta yang berlebihan, yang tidak sesuai dengan administrasi negara, dan bahkan ada yang ilegal. Sehingga bukan negara saja yang bertanggung jawab, swasta juga bertanggung jawab dan dapat dituntut pemenuhan hak. Dengan kondisi seperti ini maka dimensinya bukan hanya dimensi gugatan perdata biasa, melainkan pertanggungjawaban pidana karena sudah termasuk sebagai kategori Kejahatan Ekosida.

Selain penyelamatan jiwa, penegakan hukum tidak boleh diabaikan. Penetapan status bencana nasional akan membuka jalan bagi investigasi menyeluruh lintas daerah untuk mengungkap penyebab struktural, memastikan para pelaku yang berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan kelalaian tata kelola diproses secara hukum. Penetapan bencana nasional bukan hanya status administratif, tetapi langkah mendesak untuk menyelamatkan nyawa, mempercepat penanganan yang sensitif gender, dan memastikan negara hadir sepenuhnya melindungi rakyat. Tindak lanjut penetapan bencana nasional juga harus memastikan penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik, serta pelibatan dan pengawasan oleh berbagai pihak. Situasi di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah memenuhi seluruh indikator. Kami mendesak Presiden segera mengambil keputusan demi kemanusiaan, keselamatan, dan masa depan masyarakat terdampak.

Penyelesaian masalah ini tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan mekanisme evaluasi administrasi semata. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui siapa pemilik perusahaan tersebut dan siapa penerima manfaatnya. Sehingga, dapat diketahui apakah mereka memberikan kontribusi pada saat pemilu/pemilihan presiden, serta apakah mereka merupakan pihak yang berada di belakang para Menteri yang bertanggung jawab..

Jakarta, 12 Desember 2025

Masyarakat sipil yang tergabung dalam pernyataan bersama ini, yaitu:

  1. Climate Rangers Jogja
  2. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  3. WALHI Bangka Belitung
  4. WALHI Riau
  5. WALHI Aceh
  6. WALHI Bengkulu
  7. WALHI Jambi
  8. WALHI Lampung
  9. WALHI Sumatera Barat
  10. WALHI Sumatera Selatan
  11. WALHI Sumatera Utara
  12. WALHI Nusa Tenggara Barat
  13. WALHI Nusa Tenggara Timur
  14. WALHI Bali
  15. WALHI Maluku Utara
  16. WALHI Papua
  17. WALHI Jawa Timur
  18. WALHI Jawa Barat
  19. WALHI Jawa Tengah
  20. WALHI Yogyakarta
  21. WALHI Jakarta
  22. WALHI Kalimantan Barat
  23. WALHI Kalimantan Selatan
  24. WALHI Kalimantan Timur
  25. WALHI Kalimantan Tengah
  26. WALHI Sulawesi Tengah
  27. WALHI Sulawesi Barat
  28. WALHI Sulawesi Selatan
  29. WALHI Sulawesi Tenggara
  30. WALHI Sulawesi Utara
  31. WALHI Gorontalo
  32. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
  33. LBH Banda Aceh,
  34. LBH Medan,
  35. LBH Pekanbaru
  36. LBH Padang,
  37. LBH Palembang,
  38. LBH Bandar Lampung,
  39. LBH Jakarta,
  40. LBH Bandung,
  41. LBH Semarang,
  42. LBH Surabaya,
  43. LBH Yogyakarta,
  44. LBH Bali,
  45. LBH Samarinda,
  46. LBH Makassar,
  47. LBH Manado,
  48. LBH Papua,
  49. LBH Project Base Papua Merauke,
  50. LBH Project Base Kalimantan Barat,
  51. Transparency International Indonesia (TI Indonesia)
  52. SHEEP Indonesia
  53. Yayasan Pionir Bulungan
  54. Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh,
  55. Greenpeace Indonesia
  56. Solidaritas Perempuan
  57. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
  58. Yayasan Penabulu
  59. Jaringan Lokadaya Nusantara
  60. Yayasan Auriga Nusantara
  61. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  62. Serikat Pekerja Kampus (SPK)
  63. Perkumpulan Jaringan Pantau Gambut
  64. Ekologi Maritim Indonesia (EKOMARIN)
  65. Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS) Network
  66. Kolektif Kabel Bandung
  67. Sawit watch
  68. The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research
  69. Suara Kebebasan
  70. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
  71. Students For Liberty (SFL) Indonesia
  72. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif (SINDIKASI)
  73. Human Rights Working Group (HRWG)
  74. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)
  75. PBHI Sumatera Utara
  76. PBHI Sumatera Barat
  77. PBHI Lampung
  78. PBHI Jakarta
  79. PBHI Jawa Barat
  80. PBHI Jawa Tengah
  81. PBHI Yogyakarta
  82. PBHI Bali
  83. PBHI Kalimantan Barat
  84. PBHI Sulawesi Selatan
  85. Center for Knowledge Indonesia (CKI)
  86. Trend Asia
  87. FITRA NTB
  88. 350 Indonesia
  89. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
  90. Sahabat Persada Alam (SPA) Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
  91. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
  92. Yayasan Kajian Sampah Nasional (YKSN)
  93. Working Group ICCA Indonesia (WGII)
  94. Eksekutif Nasional Jaringan Pemantau
  95. Independen Kehutanan (JPIK)
  96. Perkumpulan HuMa Indonesia
  97. Sajogyo Institute
  98. Yayasan TIFA
  99. Perempuan Mahardhika
  100. Perkumpulan Kaoem Telapak
  101. Kawula17
  102. Pusat Studi Desa dan Adat STPMD “APMD” Yogyakarta
  103. Apel Green Aceh
  104. POKJA30 Kaltim
  105. Indonesia Corruption Watch (ICW)
  106. Biotani Bahari Indonesia
  107. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
  108. Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN)
  109. Jedakata
  110. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
  111. Lembaga Tiga Beradik
  112. JPIK Jambi
  113. CENTRA Initiative
  114. Arise! Indonesia
  115. CERAH
  116. Enter Nusantara
  117. Perkumpulan Sumsel Bersih
  118. JPIK Sumsel
  119. JMPEB Lampung
  120. Pelangi Nusantara
  121. IMPARSIAL, the Indonesian Human Rights Monitor
  122. Perkumpulan Hutan Kita Institute
  123. AP2SI
  124. Extinction Rebellion (XR) Indonesia
  125. XR Sintang
  126. XR Riau
  127. XR Bandung
  128. XR Padang
  129. Raksha Initiative
  130. XR Jakarta
  131. XR Semarang
  132. Yayasan Tangguh Peduli Indonesia (TALI)
  133. JPIC Kalimantaan
  134. XR Bunga Terung
  135. Perkumpulan PRAKARSA
  136. Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
  137. Perkumpulan Lingkar

Hubungi kami​

Transparency International Indonesia
Jl. Amil No. 5,  RT 001 RW 004, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12510
(T) 021-2279 2806, 021-2279 2807
(E): info_at_ti.or.id

© Transparency International Indonesia. All right reserved