Hops.ID – Sejak beberapa waktu lalu, banyak pihak yang mendesak untuk segera mensahkan RUU Perampasan Aset.
Salah satu desakan datang dari Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Cawapres Ganjar Pranowo.
Mahfud MD mengakui penegakan hukum dalam kasus korupsi saat ini telah mengalami peningkatan. Namun, seiring dengan peningkatan ini, jumlah pelaku korupsi juga meningkat. Karena itu, desakan untuk mensahkan RUU Perampasan Aset semakin tinggo.
Pengesahan RUU Perampasan Aset dinilai sebagai bagian dari upaya berskala besar dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana.
“Penegakan hukum yang dilakukan saat ini relatif sudah bagus, seiring dengan masifnya pengungkapan kasus-kasus korupsi besar,” kata Mahfud dalam sambutannya secara virtual di acara Indonesia Integrity Forum 2023 pada Rabu, 25 Oktober 2023 lalu.
“Namun di sisi lain, aktor dan oknum pelaku korupsi juga semakin bertambah dalam berbagai sektor,” ucapnya.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mengungkapkan tekadnya untuk terus mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk memeriksa kembali RUU Perampasan Aset.
Saat ini, mereka tengah menantikan respon dari DPR RI terkait revisi RUU tersebut.
Apa itu RUU Perampasan Aset?
RUU Perampasan Aset merupakan sebuah aturan yang memungkinkan pengembalian aset yang terkait dengan tindak kejahatan atau pidana tanpa harus melewati proses pengadilan pidana.
Ini memberi kesempatan bagi negara untuk mengambil alih aset yang diduga terlibat dalam tindak pidana atau yang disangka atau telah digunakan dalam tindak pidana.
Draf RUU Perampasan Aset sudah diserahkan oleh pemerintah pada tanggal 4 Mei 2023.
“Saat ini pemerintah masih menunggu respons DPR RI untuk melakukan pembahasannya, apabila RUU ini berhasil disahkan maka tentu akan menjadi legacy yang baik bagi pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucap Mahfud.
Pemerintah berharap agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset meskipun belum ada pembahasan konkret antara DPR dan pemerintah.
RUU Perampasan Aset ini akan mempermudah negara dalam merampas aset yang terkait dengan tindak pidana. RUU ini mengusung prinsip non-conviction based, yang berarti aset bisa dirampas tanpa harus melalui proses tuntutan pidana.
Pendapat Ahli Mengenai RUU Perampasan Aset
Fithriadi Muslim, Direktur Hukum dan Regulasi di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menyebut bahwa penyusunan RUU Perampasan Aset telah dimulai sejak 2008
Kini dan telah melalui berbagai pembahasan di tingkat pemerintah.
Dengan RUU Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, diharapkan dapat segera diajukan dan dijadikan undang-undang.
RUU ini diharapkan akan menjadi payung hukum yang memudahkan penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang melibatkan jumlah uang besar, termasuk kasus korupsi, narkotika, perdagangan manusia, kerusakan lingkungan, dan perjudian.
“Saat ini, sistem yang ada selalu dikaitkan dengan pemidanaan, cari pelakunya dulu dengan tuntutan dakwaan orangnya lalu masukan juga tuntutan agar aset hasil tindak pidananya dirampas,” katanya.
“Sistem itu ideal dan bagus tapi banyak kesempatan kesulitan memidanakan orangnya misalnya karena meninggal, kabur, lepas sehingga tidak bisa dituntut ketika mau dipidanakan walau kuat indikasinya,” ujarnya dalam bincang bertema “RUU Perampasan Aset Bisa Rampas Aset, Koruptor, Bandar Narkoba sampai Penipu” pada Jumat, 4 Agustus 2023 lalu.
Fithriadi menegaskan bahwa setelah RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang, negara akan memiliki kewenangan untuk merampas aset yang diduga berasal dari tindak pidana tanpa harus mengajukan tuntutan pidana terhadap pelaku melalui pengadilan.
Dia mengamati bahwa di banyak negara maju, terdapat praktik merampas aset yang terkait dengan tindak pidana tanpa harus ada proses pidana atau dengan pendekatan non-conviction based.
Sedangkan, wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa Indonesia dianggap tertinggal selama 17 tahun karena belum mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Seharusnya, RUU tersebut telah disahkan sejak Indonesia meratifikasi perjanjian internasional dengan diterbitkannya UU No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003.
“Salah satu poin penting dalam perjanjian internasional tersebut adalah mengenai pemulihan aset dari hasil tindak kejahatan,” jelas Prof Edward Omar Sharif Hiariej.
Dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, perampasan aset tidak bergantung pada adanya tindak pidana.
Dengan kata lain, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang diajukan oleh pemerintah ke DPR adalah konsep non-conviction, yang berarti tidak ada tindak pidana yang terbukti atau putusan pidana terkait.
Perampasan aset tanpa pemidanaan, yang juga dikenal sebagai perampasan aset berdasarkan konsep non-conviction, adalah sebuah konsep pemulihan kerugian negara yang pertama kali muncul di negara yang menganut sistem hukum common law.
Tujuannya adalah memastikan bahwa upaya perampasan aset yang berasal dari tindak pidana seperti korupsi telah dilakukan secara maksimal dan tidak akan menimbulkan masalah di masa mendatang.***
Sumber: HOPS ID