
Jakarta, 14 Juli 2025
Pemerintah telah mengumumkan lima nama yang tergabung dalam Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) periode 2026–2031. Momen yang seharusnya menjadi awal pembaruan lembaga pengawas pelayanan publik ini justru menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat sipil. Sebab, sejumlah figur yang ditunjuk memiliki latar belakang dan afiliasi yang mengandung potensi konflik kepentingan, baik secara struktural, politik, maupun ideologis.
Potensi Konflik dalam Komposisi Pansel
Sorotan utama mengarah pada Dr. Erwan Agus Purwanto, yang saat ini menjabat sebagai Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan di Kementerian PAN-RB. Selain peran strategisnya di birokrasi negara, sejak Desember 2023 ia juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Angkasa Pura I, perusahaan di bawah subholding InJourney Airports, yakni bagian dari holding BUMN pariwisata dan aviasi InJourney. Bandara dan sektor transportasi udara merupakan objek pengawasan langsung Ombudsman, dan kerap muncul dalam laporan pengaduan publik. Dengan posisi ganda ini, Dr. Erwan akan menilai calon anggota Ombudsman yang berpotensi harus mengawasi entitas tempat ia sendiri duduk sebagai pengawas. Ini menimbulkan konflik kepentingan struktural yang nyata, dan melemahkan integritas proses seleksi.
Perhatian juga mengarah kepada Prof. Dr. Munafrizal Manan, Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM di Kementerian Hukum dan HAM. Pada Mei 2023, ia ditunjuk sebagai Juru Bicara Bidang HAM dan Konstitusi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Gerindra. Walaupun tidak tercatat sebagai kader formal, peran dalam struktur kampanye partai menimbulkan kekhawatiran mengenai afiliasi politik dan netralitasnya dalam proses seleksi. Apalagi, Kemenkumham sendiri merupakan institusi yang kerap diadukan ke Ombudsman, terutama dalam layanan pemasyarakatan, imigrasi, dan administrasi. Kombinasi antara jabatan strategis dan afiliasi politik menjadikan posisinya rawan konflik kepentingan.
Sementara itu, Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, dikenal sebagai tokoh intelektual dalam organisasi keagamaan besar, Muhammadiyah. Secara kelembagaan, Muhammadiyah memang menjunjung prinsip non-partisan. Namun dalam praktik politik nasional, afiliasi ideologis para tokohnya dengan aktor politik bukanlah hal yang asing. Potensi bias terhadap kandidat dengan latar belakang serupa bisa muncul, dan oleh karena itu penting bagi Ma’mun untuk menegaskan komitmennya terhadap netralitas dan seleksi yang adil.
Dr. Ahmad Suaedy, mantan anggota Ombudsman RI periode 2016–2021, kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Islam Nusantara di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA). Pengalaman dalam lembaga Ombudsman tentu membawa perspektif yang kaya, namun juga membuka kemungkinan terjadinya nepotisme kelembagaan. Tanpa mekanisme pembatasan atau recusal dari proses seleksi kandidat yang berasal dari jaringan lama, risiko terjadinya pelanggengan status quo di tubuh Ombudsman tidak bisa diabaikan.
Sedangkan Dr. Ida Budhiati, mantan Komisioner KPU dan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 2017-2022, kini aktif sebagai akademisi di Universitas Bhayangkara. Meski bukan politisi atau kader partai, keterlibatannya dalam struktur penyelenggara pemilu berdekatan dengan dinamika politik elektoral. Menjelang Pemilu 2029, penting baginya untuk menyampaikan secara terbuka posisi netral dan bebas kepentingan dalam menjalankan fungsi seleksi.
Mengapa Masalah Ini Serius?
Sebagai lembaga negara independen yang diatur oleh UU No. 37 Tahun 2008, Ombudsman Republik Indonesia berperan penting dalam memastikan agar pelayanan publik berjalan adil, bebas dari maladministrasi, dan berpihak pada masyarakat. Kredibilitas lembaga ini bersumber dari integritas proses pembentukannya.
Dalam Laporan Tahunan Ombudsman RI 2023, tercatat peningkatan pengaduan sebesar 14,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Pengaduan paling banyak berasal dari sektor agraria, pendidikan, layanan kependudukan, dan transportasi, dimana mayoritas terkait dengan instansi pemerintah dan BUMN.
Sementara dalam Laporan Tahunan 2024, yang diluncurkan Mei lalu, tercatat bahwa Ombudsman menerima 10.837 pengaduan masyarakat, dan berhasil menyelesaikan 10.303 kasus. Pemerintah daerah menjadi terlapor terbanyak (5.146 laporan), disusul kementerian/lembaga pusat serta BUMN/BUMD (724 laporan). Selain itu, intervensi Ombudsman berhasil mencegah kerugian negara hingga Rp166,49 miliar. Data ini menunjukkan bahwa pengawasan publik masih sangat dibutuhkan, dan bahwa posisi Ombudsman harus dilindungi dari segala bentuk kompromi politik maupun bisnis.
Seruan Masyarakat Sipil
Dengan mempertimbangkan tingginya kompleksitas pelayanan publik dan banyaknya konflik kepentingan potensial dalam tubuh Pansel saat ini, kami menyampaikan seruan kepada Presiden Republik Indonesia dan pemangku kepentingan terkait untuk segera:
- Meninjau kembali dan mengevaluasi susunan Pansel, khususnya nama-nama yang memiliki konflik kepentingan struktural, politik, atau afiliasi ideologis yang tidak terbuka.
- Mewajibkan seluruh anggota Pansel menyampaikan deklarasi afiliasi dan komitmen netralitas, serta menerapkan prinsip recusal dalam kasus di mana konflik kepentingan tak terhindarkan.
- Membuka ruang partisipasi publik dalam proses seleksi, termasuk melalui uji publik terhadap para calon dan keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam pemantauan.
- Membentuk mekanisme pengawasan independen terhadap kerja Pansel, dengan pelibatan unsur non-pemerintah seperti akademisi, jurnalis, dan masyarakat sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pelayanan Publik (MP3):
- Munawir Rokhmad, Yappika-actionaid,
- Rinto Siahaan, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID),
- Agus Sarwono, TI Indonesia
- Wana Alamsyah, Indonesia Corruption Watch (ICW)