Daya Saing Turun, Inpres PPK Terbit

Jakarta 5/10/2016 – Global Competitiveness Report 2016/2017 yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa masalah korupsi dan birokrasi yang berbelit membuat daya saing Indonesia turun dibanding negara-negara di dunia. Akibatnya, daya saing Indonesia merosot dari peringkat ke-37 tahun lalu menjadi peringkat ke-41 tahun ini dari 138 negara. Korupsi yang begitu kuat mempengaruhi kemudahan berusaha, meskipun terdapat perkembangan sektor keuangan dinilai cukup baik (Kompas, 28/9).

Sebelumnya, pada tanggal 22 September 2016, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Inpres PPK) Tahun 2016/2017. Inpres yang berlaku bagi kementerian, lembaga, organisasi, dan pemerintah daerah ini memuat dua strategi utama yakni pencegahan dan penegakan hukum. Inpres tersebut merupakan penjabaran dan pelaksanaan lebih lanjut atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55/2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025.

Mewujudkan Pertumbuhan Berkualitas Tanpa Korupsi
Jauh sebelum Instruksi Presiden Nomor 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Inpres PPK) Tahun 2016/2017 ditetapkan, Presiden Joko Widodo juga telah meneken Inpres No. 1/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menerbitkan tidak kurang dari 13 (tiga belas) paket kebijakan ekonomi. Terbitnya inpres percepatan pembangunan dan paket-paket kebijakan ekonomi ini memiliki tiga tujuan utama, yakni untuk memperkuat likuiditas, deregulasi peraturan/kebijakan, dan penegakan hukum serta kepastian usaha di Indonesia. Melalui inpres percepatan pembangunan dan paket kebijakan ekonomi ini pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif di tengah ancaman resesi global.

Terbitnya Inpres PPK setelah inpres percepatan pembangunan dan paket-paket kebijakan ekonomi menunjukkan bahwa pemerintah menyadari pentingnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pemerintah tidak menginginkan kinerja prima ekonomi Indonesia terdistorsi oleh praktik korupsi dan birokrasi yang berbelit selama tahun 2016. “Terbitnya Inpres PPK layak diapresiasi di tengah gersangnya komitmen pemerintah terhadap gerakan antikorupsi. Ini mengindikasikan bahwa pemerintah semakin menyadari bahwa korupsi merupakan ancaman serius bagi kelanjutan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi”, kata Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII).

Daya Saing Nasional Turun, Daya Saing Daerah Turun?

Tidak hanya di level nasional, relasi antara daya saing, korupsi, dan birokrasi yang berbelit memiliki kecenderungan yang sama di daerah. Sebelum peluncuran Global Competitiveness Report 2016/2017, Transparency International Indonesia (TII) telah meluncurkan Survei Persepsi Korupsi di tahun 2015. Dalam survei tersebut disimpulkan bahwa korupsi dan birokrasi yang berbelit di daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan daya saing daerah. “Daerah yang dipersepsikan bersih memiliki daya saing dan kemudahan berusaha yang baik. Sebaliknya daerah yang dipersepsikan korup memiliki kemudahan berusaha yang buruk pula,” Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII).

Daya saing nasional adalah representasi daya saing dan kemudahan berusaha di daerah. Penurunan daya saing nasional memiliki pengaruh besar terhadap penurunan daya saing lokal, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, selain pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam meningkatkan daya saing daerahnya masing-masing melalui pengembangan sistem pencegahan korupsi. Sistem pencegahan korupsi di jajaran pemerintah daerah akan menjadi tameng yang ampuh agar daerah tidak terimbas oleh penurunan daya saing nasional. Dalam kerangka kerja seperti itu, kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, KPK, kalangan dunia usaha dan masyarakat sipil menjadi kunci keberhasilan peningkatan daya saing lokal maupun nasional.

Inpres PPK Berpotensi Tidak Terlaksana
Penerbitan Inpres PPK di penghujung tahun 2016 berpotensi tidak efektifnya pelaksanaan Inpres PPK. Hal ini dikarenakan penetapan Inpres PPK dapat dibilang sangat terlambat. Proses penganggaran aksi sebagai kegiatan prioritas telah melewati masa pembahasan anggaran, sehingga sangat mungkin aksi-aksi yang termaktub dalam Inpres PPK tidak dapat terlaksana dan memberi dampak.

Penerbitan Inpres PPK di penghujung tahun seolah hanya pemenuhan kewajiban Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi UNCAC. Sebagai negara yang telah meratifikasi UNCAC, Inpres PPK adalah bagian yang tak terpisahkan sebagai bentuk instrumen monitoring tahunan sebagai tindak lanjut UNCAC. Penetapan inpres penting sebagai bentuk komitmen dan kesiapan pemerintah menghadapi UNCAC Review tahun depan.

Rekomendasi
Berangkat dari analisis di atas, Transparency International Indonesia menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah RI sebagai berikut:
1. Inpres PPK sebagai bentuk kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi harus dibarengi dengan kemampuan pemerintahan Jokowi-JK untuk melaksanakannya secara efektif di semua jajaran pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Termasuk menyiapkan siklus anggaran Inpres PPK yang lebih tepat agar pelaksanaannya bisa segera dimulai.
2. Sebagaimana temuan di dalam Survei Corruption Perception Index Indonesia Tahun 2015, kami kembali mendesak agar Presiden Jokowi memberikan perhatian yang besar kepada upaya reformasi lembaga-lembaga penegak hukum. Pembenahan di bidang penegakan hukum yang dibarengi dengan pembenahan di jajaran pemerintah lain dipercaya akan mampu mendorong peningkatan daya saing Indonesia.
3. Mendorong presiden untuk lebih responsif terhadap berbagai aspirasi/suara masyarakat terkait problem korupsi yang diungkap dan mendayagunakan seluruh saluran komunikasi dan lembaga Negara di bawahnya untuk menindaklanjutinya.
4. Memberikan porsi yang seimbang pada aksi kolaborasi antara Pemerintah, Masyarakat Sipil dan entitas Bisnis dalam memerangi korupsi. Hal ini tak bisa terhindarkan, karena aksi kolektif adalah keniscayaan dalam pemberantasan korupsi.
5. Presiden dan jajaran kabainet terkait harus lebih mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menyelaraskan system integritas nasional dengan sistem integritas lokal untuk memperkuat efektifitas pencegahan dan pemberantasan korupsi di pusat dan daerah.
6. Merevitalisasi forum-forum multipihak seperti Indonesian Anti Corruption Forum untuk menyusun strategi dan alat monitoring bersama efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *