Apakah Sudah Saatnya Booster? Prioritaskan Vaksin Dosis Lengkap untuk Semua

Pernyataan Bersama: CISDI, PUSKAPA, Lapor COVID-19, dan Transparency International Indonesia

Jakarta, 17 Desember 2021 – Dalam keterangan yang disampaikan pada rapat kerja Komisi IX DPR RI (14/12) Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah berencana melaksanakan program booster lansia berstatus peserta PBI BPJS Kesehatan melalui skema tidak berbayar per Januari 2022. Sementara itu booster bagi masyarakat umum akan disediakan melalui mekanisme berbayar pada periode yang sama.

Menkes Budi beralasan keputusan ini adalah upaya melindungi lansia dan kelompok rentan serta memitigasi varian Omicron yang telah menyebar di tingkat global. Namun di tengah situasi pengendalian wabah yang serba tidak pasti, keputusan ini perlu disorot lebih jauh.

Pandemi COVID-19 belum berakhir. Sejak awal November 2021, kembali terjadi lonjakan kasus COVID-19 yang masif. Situasi ini diperparah dengan munculnya mutasi varian Omicron yang secara amat cepat menyebar ke 77 negara. Per 16 Desember 2021, pemerintah telah mengumumkan ditemukannya kasus pertama varian Omicron di Indonesia.

Turunnya tren kasus sejak September hingga sekarang membuat pemerintah kembali fokus pada perbaikan ekonomi dan agenda politik lainnya. Penanganan pandemi seolah luput dari prioritas dan protokol yang selama ini terbukti melonggar. Akibatnya, kewaspadaan publik yang lelah dan jenuh terancam mengendur, sementara masyarakat rentan semakin kesulitan melindungi diri. Mobilitas penduduk sendiri untuk kategori penggunaan transportasi umum naik 54,6% sepanjang bulan Juli hingga November 2021 (CISDI, 2021).

Pandemi bagai maraton. Protokol bermasker, menjaga jarak, membersihkan udara dalam ruangan, mengelola perjalanan dan kegiatan di luar bila terpaksa dengan berbagai langkah mitigasi termasuk karantina, konsisten melaksanakan testing, tracing, treatment, dan vaksinasi harus berjalan beriringan, bukan dipilih salah satu. Sayangnya, surveilans dan tata kelola protokol yang mengendur karena ongkos sosial besar membuat vaksinasi dijadikan satu-satunya tumpuan untuk menekan laju penularan COVID-19.

Vaksinasi COVID-19 memang bentuk pertahanan yang dapat efektif mengatasi pandemi panjang ini, tapi hanya bila ia diberikan merata pada semua yang berhak dalam dosis yang tepat. Di tengah ketimpangan vaksinasi COVID-19 dunia, menyebarnya mutasi virus merupakan konsekuensi. Ancaman varian Omicron yang memiliki mutasi kompleks dan tingkat penularan tinggi lalu ditanggapi dengan kebijakan khusus bagi lansia dan warga rentan penerima PBI. Namun di saat bersamaan, Indonesia baru mencapai cakupan vaksinasi dosis 2 di angka 50,68% per 16 Desember 2021, seiring dengan vaksinasi anak (6-11 tahun) yang baru bergulir.

Lapor Covid-19 masih menemukan kesulitan warga mengakses vaksin. Per Agustus hingga 13 Desember 2021, tercatat sedikitnya 308 laporan yang menginformasikan terkait kendala warga pada program vaksinasi nasional. Laporan tersebut menjelaskan kesulitan warga mendaftar dan minimnya informasi ketersediaan vaksin, sehingga mereka harus melakukan pencarian secara mandiri. Selain itu, laporan juga mengindikasikan buruknya tata kelola pelaksanaan vaksin di lapangan, termasuk dalam proses administrasi pendataan dan pendaftaran program vaksinasi.

Meratanya akses pada vaksinasi dua dosis pertama bergantung pada suplai vaksin dan kapasitas distribusi serta layanan vaksinasi. Ketepatan jumlah dosis mengharuskan kita untuk terus memantau perkembangan sains secara cermat.

Setelah satu tahun program vaksinasi nasional berjalan, pemerintah masih kesulitan menjangkau dan memprioritaskan kelompok rentan (CISDI, PUSKAPA, 2021). Kapasitas distribusi dan layanan vaksinasi yang terbatas dan timpang antar perkotaan dengan pedesaan juga terjadi. Perbedaan akses di pulau Jawa dengan non-Jawa ataupun wilayah barat dengan wilayah timur membuat Indonesia kerap hadapi risiko ketimpangan vaksinasi. Situasi ini diperparah dengan minimnya transparansi informasi mengenai distribusi dosis vaksin pertama dan kedua.

Penyebaran variants of concern membuat pemberian dosis ketiga maupun booster dibutuhkan (SAGE, 2021). Namun, pemberian dosis ketiga dan booster harus dilandasi bukti ilmiah terkait penurunan kekebalan dan perlindungan klinis, berkurangnya efektivitas vaksin, dan ditargetkan untuk kelompok populasi yang paling membutuhkan, yakni lansia di atas 65 tahun dan pasien dengan gangguan imunitas.

Dalam keterbatasan pasokan vaksin dan kapasitas vaccine delivery, kebijakan booster berbayar berisiko memperburuk ketimpangan vaksinasi dan mengalihkan pasokan dari meratanya dua dosis pertama atau vaksinasi primer. Tanpa kecepatan, ketepatan, dan keluasan cakupan dosis 1 dan 2, prospek mitigasi pandemi bisa meleset dan berimplikasi buruk bagi kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan ekonomi.

Download Penyataan selangkapanya disini

 

Hubungi kami​

Transparency International Indonesia
Jl. Amil No. 5,  RT 001 RW 004, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12510
(T) 021-2279 2806, 021-2279 2807
(E): info_at_ti.or.id

© Transparency International Indonesia. All right reserved